Film-film teenlit yang akrab dengan coming of age memang kerap saya anggap sebelah mata karena kontenya
yang memang tak lebih dari sebuah fanservice
bagi para remaja labil terutama remaja perempuan.Namun beberapa dari mereka
sesungguhnya berkualitas,sebut saja contoh terbaik saat ini adalah Lady Bird,Call Me By Your Name,Moonlight
yang bahkan memenangkan Best Picture
di ajang oscar tahun lalu,Edge of Seventeen,hingga yang paling
fenomenal yakni Boyhood.Dan saya bisa mengatakan bahwa Love Simon adalah salah satunya.
Mengisahkan kisah seorang remaja laki-laki bernama Simon(Nick
Robinson) yang memiliki keluarga yang baik,teman-teman yang baik,kehidupan
sekolah yang juga cukup baik,dan sesungguhnya tak ada masalah yang terlalu
berarti pada hidupnya saat ini dan semua berjalan normal-normal saja.Kecuali
satu,bahwa dia harus menerima kenyataan bahwa dia adalah seorang gay dan
tentunya ia tak ingin identitasnya itu merusak segala hubungan baik tadi
terutama pada keluarganya dan reputasi di sekolah.Di saat yang bersamaan,di
sebuah website bernama Creeksecrets yang
kerap membongkar rahasia-rahasia siswa di sekolahnya dengan postingan anonmyous Simon mendapati sebuah
postingan seorang siswa yang mencurahkan isi hatinya perkara dia harus stay in the closet atas nama Blue.Simon
yang penasaran pun tertarik untuk mencari identitas Blue dan berbagai konflik
mulai bermunculan yang akan mengubah pandangan hidupnya.
Diangkat dari novel yang berjudul berbeda yakni Simon vs Homo Sapiens Agenda yang ditulis Becky Albertalli,film ini
sejatinya mengemban tugas yang lumayan berat dengan berbagai isu-isu penting
yang diangkat mulai dari identitas kaum LGBTQ+,cyberbullying,bullying di lingkungan sekolah itu sendiri,bahkan parenting yang membuat film ini juga
lebih cocok untuk kalangan orang tua dan tak hanya remaja.Dengan isu yang
bertumpuk dari ide novel,tanpa pengarahan dan naskah yang memadai,film ini bisa
menjadi tayangan sinetron membosankan,tidak realistis ,dan menggurui secara
menyebalkan.Berkat visi cemerlang Greg Berlanti sang sutradara,semua isu berat
tersebut dirubah menjadi sajian yang ringan dan tak hanya itu,ia juga membuat
Love Simon begitu hangat,natural,dan penuh cinta.
Sebagai penulis naskah serial Riverdale milik Netflix
tentunya hal ini bukanlah hal yang terlalu sulit bagi Greg meski naskah film
ini bukan ditulis olehnya,namun hal itu sudah cukup untuk memberi visi yang
bagus.Sepanjang durasi berjalan film ini memiliki intensitas yang cukup padat
meski sudut pandang plot hanya diambil dari sang tokoh utama dan itulah letak
kehebatan Love Simon,dengan segala
sudut pandang yang dimiliki ego serta ketidaktahuan tokoh utama,terikatlah
penonton pada cerita.Penonton bakal diajak untuk meraskan apa yang Simon rasakan,apa yang
Simon lihat,apa yang Simon takutkan,dan apa yang Simon benci serta cinta.Ditambah
dengan tidak berlebihanya tone komedi sarkas dan edgy teenager
yang biasa dilakukan teenlit lain serta
bahasan pokok yang lebih dari sekedar soal LGBTQ+,hasilnya Love Simon meyajikan sesuatu yang lain,baru,dan segar pada film
berkisah teen-coming of age meski isu
dan ide yang diangkat tidak benar-benar baru.Jika ingin membandingkan dengan
bertema mirip yakni Call Me By Your Name,film ini memiliki bahasan
yang jauh berbeda dan sejatinya memiliki isu dan bahasan yang jauh lebih berat
tetapi disajikan jauh lebih ringan dari Call
Me My By Your Name itulah kehebatan lain Love Simon
Kehebatan lain datang dar cast yaitu aktor muda diatas,Nick Robinson.Karakter
Simon yang quirky,shy,dan awkward,begitu
natural dimainkanya.Tak perlu ekspresi eksternal yang berlebihan,Nick Robinson
menghadirkan emosi internal berpadu dengan intensitas naskah sanggup membuat
penonton terhanyut pada segala emosi yang ada di dalam hati dan fikiran
Simon.Didukung juga dengan aktor yang sedang naik daun dari acara 13 Reasons Why Katherine Langford juga
bermain apik sanggup mengimbangi emosi
internal Nick Robinson meskipun screentime yang tidak banyak.Juga sebuah monolog
pendek yang ringan tapi menyentuh ditampilkan oleh Jennifer Garner serta comic relief
sekaligus ayah yang sangat manis penuh kasih sayang disajikan oleh Josh Duhamel,memegang peran
yang cukup penting sebagai orang tua Simon yang dapat memberikan bimibingan
parenting pada penonton dewasa.
SUMMARY
“I am gay,but I am
still me,right?”
Mengubah segala isu berat penuh pro dan kontra menjadi sajian ringan
yang positif adalah hal jenius dan sebuah keputusan yang tepat judul film ini
dirubah tanpa kehilangan esensi.Keren,emosional,sederhana,indah adalah
kata-kata yang tepat untuk mendeskripsikan experience
kala menyaksikan Love,Simon.
RATING
9/10
Komentar
Posting Komentar